Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Anak luar biasa adalah anak yang membutuhkan pendidikan dan
layanan untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaanya secara utuh akibat adanya
perbedaan kondisi denga anak lainnya Kurang
lebih 11% anak dari usia 6 sampai 17 tahun di Amerika Serikat mendapatkan
pendidikan atau pelayanan yang khusus.
Istilah
dari ketidakmampuan (disability) dan cacat (handicap) dapat dipakai
bersama-sama, namun kini kedua istilah tersebut telah di bedakan. Disability
adalah keterbatasan fungsi yang membatasi kemampuan seseorang, sedangkan
handicap adalah kondisi yang dinisbahkan pada seseorang yang menderita
ketidakmampuan. Kondisi tersebut boleh jadi disebabkan oleh masyarakat,
lingkungan fisik atau sikap orang itu sendiri (Lewis, 2002).
Para pendidik lebih sering menggunakan istilah "children with
disabilities" (anak yang menderita gangguan atau ketidakmampuan) daripada
"disabled children" (anak cacat). Tujuannya adalah memberikan
penekanan pada anaknya, bukan pada cacat atau ketidakmampuannya. Anak-anak yang
menderita ketidakmampuan juga tidak lagi disebut sebagai
"handicapped" (penyandang cacat), walaupun istilah handicapping
condition masih digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan hambatan
belajar dan hambatan fungsi dari seseorang yang mengalami ketidakmampuan.
Kita dapat mengelompokkan ketidakmampuan dan gangguan (disorder)
tersebut sebagai berikut:
1. Gangguan organ indera (sensory)
2.
Gangguan fisik
3.
Retardasi mental
4.
Gangguan bicara dan bahasa
5.
Gangguan belajar (learning disorder)
A.
Gangguan
Indera: Mencakup gangguan atau kerusakan
penglihatan dan pendengaran
1.
Gangguan
Penglihatan: Jika kita melihat anak murid yang
sering memicingkan matanya, membaca buku dengan jarak yang terlalu dekat,
sering mengucek-ucek matanya dan sering mengeluh karena pandangannya kabur atau
suram, maka dari itu dapat kita beri tahu untuk segera memeriksa matanya.
Kebanyakan dari mereka diminta untuk memakai kacamata. Ada beberapa anak murid
yaitu sekita 1 dari 1000 anak murid menderita gangguan visual yang serius dan
dikategorikan penglihatannya rusak. Ini termasuk murid yang menderita low
vision dan murid buta. Anak-anak yang menderita low vision mempunyai jarak
pandang antara 20/70 dan 20/200 (pada skala Snellen dimana angka normalnya
adalah 20/20) apabila dibantu oleh lensa korektif. Anak yang low vision dapat
membaca buku dengan huruf yang besar-besar atau dengan bantuan kaca pembesar.
Anak yang buta secara edukasional tidak bisa menggunakan penglihatan mereka
untuk belajar dan harus menggunakan pendengaran dan setuhan untuk belajar.
Banyak anak buta mempunyai suatu kecerdasan normal dan berprestasi secara
akademik apabila mereka diberi dukungan dan bantuan belajar yang baik. Namun,
multiple blind disabilities bukan hal yang aneh dalam diri anak murid yang
tergolong educationally blind. Anak murid yang menderita bermacam-macam
ketidakmampuan ini sering kali membutuhkan berbagai jenis bantuan untuk
memenuhi pendidikan mereka.
2. Gangguan Pendengaran:
Gangguan pendengaran dapat menyulitkan proses belajar anak. Anak yang tuli
secara lahir atau menderita tuli pada saat masih anak-anak biasanya lemah dalam
kemampuan berbicara dan bahasanya. Biasanya anak yang mengalami gangguan
pendengaran anak tersebut menempelkan telinganya ke speaker, sering minta untuk
mengulangi penjelasan, tidak mengikuti perintah, sering mengeluh sakit di
telinga serta merasa dingin dan juga alergi. Banyak anak yang memiliki masalah
pada pendengaran mendapatkan pengajaran tambahan diluar kelas yang biasanya.
Pendekatan pendidikan untuk membantu anak yang mempunyai masalah pada pendengaran
terdiri dari dua kategori yaitu pendekatan oral dan pendekatan
manual. Pendekatan oral antara lain menggunakan metode membaca gerak bibir,
speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca) dan sejenisnya.
Pendekatan manual antara lain menggunakan bahasa isyarat dan mengeja jari
(finger spelling). Bahasa isyarat adalah sistem gerakan tangan yang
melambangkan kata sedangkan pengejaan jari adalah "mengeja" setiap
kata dengan menandai setiap huruf dari satu kata. Pendekatan oral dan pendekatan
manual dipakai bersama untuk mengajar anak murid yang mengalami gangguan pada
pendengaran (Hallahann & Kauffman, 2000).
Berikut
ini adalah jenis-jenis SLB:
a.
SLB A: Tuna Netra (3-7 tahun, tidak lebih dari 14
tahun)
b. SLB B: Tuna Rungu
(5-11 tahun)
c. SLB C: Tuna Grahita (Retardasi Mental). IQ:
50-70, C1= IQ: 25-50 (Ringan)
d.
SLB
D: Tuna Daksa (cacat fisik). D1= IQ<Normal
e.
SLB E: Tuna Laras (mengalami
kesulitan menyesuaikan diri atau pernah melakukan kejahatan, usia 6-18 tahun).
B.
Gangguan
Fisik: Mencakup gangguan ortopedik
(celebral palsy) yaitu cedera di otak dan gangguan kejang-kejang
1.
Gangguan
Ortopedik: Biasanya berupa keterbatasan gerak
atau kurang mampu mengontrol gerak karena ada masalah pada otot, tulang dan
sendi. Celebral palsy adalah lemahnya koordinasi otor, dan tubuh sangat goyah
atau bicaranya tidak jelas.
2. Gangguan Kejang-kejang:
Biasanya dijumpai adalah epilepsi, yaitu gangguan saraf yang biasanya ditandai
dengan serangan terhadap sensorimotor.
C.
Retardasi
Mental: Kondisi dimana sebelum usia 18
tahun yang ditandai dengam rendahnya kecerdasan (IQ dibawah 70) dan sulit
beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari.
D.
Gangguan
Bicara dan Bahasa: Mencakup gangguan artikulasi,
gangguan suara, gangguan kefasihan dan gangguan bahasa
1.
Gangguan
Artikulasi: Masalah dalam melafalkan suara
secara benar.
2. Gangguan Suara:
Gangguan dalam menghasilkan ucapan yaitu ucapan yang keras, kencang, terlalu
tinggi atau rendah nadanya.
3. Gangguan Kefasihan:
Biasany disebut gagap.
4. Gangguan Bahasa:
Kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekspresif anak.
E.
Ketidakmampuan
Belajar (learning disability): Ketidakmampuan
dimana anak intelejensinya normal atau rata-rata,
kesulita dalam satu atau lebih mata pelajaran, tidak punya masalah atau
gangguan lain seperti retardasi mental yang menyebabkan kesulitan.
Komentar
Posting Komentar